Direktur Utama PT Kereta Api Indonesia, Ignasius Jonan, ditunjuk sebagai
Menteri Perhubungan oleh Jokow i. Pengangkatan Jonan itu langsung mendapat
banyak reaksi dari net citizen, terutama soal kelakuan minus Jonan yang
dikisahkan wartawati Tempo, Istiqomatul Hayati.
Beberapa waktu. di Facebook dan Twitter memag pengakuan Istiqomatul Hayati,
tentang perilaku buruk Jonan. Tadinya, banyak yang menduga pengakuan tersebut
hanya hoax alias berita bohong, mengingat Jonan sedang digadang-gadang oleh
sebagian orang, termasuk Dahlan Iskan, untuk menjadi menteri. Ternyata, setelah
menyambangi akun Facebook Istiqomatul Hayati dan melihat salah satu statusnya,
yang menyatakan bahwa ia banyak “diserang” setelah menuliskan pengakuan itu,
bisa dikatakan pengakuan yang beredar itu terkonfirmasi benar.
Memang, Istiqomatul Hayati mengakui, awalnya pengakuan itu yang ia tulis
sebagai status hanya ia bagi ke beberapa teman di Facebook-nya. Namun, ternyata,
setelah itu banyak yang membagi lagi ke jejaring pertemanan mereka, sehingga
kemudian tersebar lebih luas dari yang mungkin Istiqomatul Hayati bayangkan.
Berikut pengakuan Istiqomatul Hayati tersebut terkait kurang ajarnya Ignasius
Jonan. Peristiwanya terjadi tahun 2008 lampau.
Hari ini, presiden terpilih Joko Widodo bertemu dengan Dirut KAI, Ignasius
Jonan. Banyak yang berharap pertemuan itu untuk membincangkan kabinet Jokowi.
Ada kemungkinan, ia akan diplot menjadi menteri perhubungan. Memang, harus
diakui di bawah Jonan, KAI mengalami perubahan amat besar. Pelayanan lebih
bagus, kereta lebih bersih dan baru, pemesanan tiket jauh lebih baik. Itu saya
mengakuinya....
Tapi, menurut saya lho ya, calon menteri itu setengahnya jadi idola untuk rakyat
kebanyakan. Dia akan menjadi panutan. Perilakunya menjadi contoh.
Saya menulis ini bukan bermaksud menjatuhkan beliau. Tidak sama sekali. Saya
cuma ingin memaparkan apa yang saya alami. Dan saya bukan siapa-siapa.
Kewenangan memilih menteri sepenuhnya hak presiden terpilih nanti.
Cerita ini sebenarnya sudah usang. Saya pun sudah melupakannya. Tapi seorang
karib meminta saya untuk berbicara. Katanya sebagai penyeimbang.
Sekitar empat tahun lalu, tak lama setelah Jonan memegang jabatan barunya
sebagai Dirut PT KAI dan ulang tahun KAI, kebetulan saat itu, ada kecelakaan
kereta. Tidak parah banget sih, tapi cukup mengentak. Saya agak lupa persisnya.
Tapi beberapa momen itu menjadi dasar bagi kami untuk menentukan yang
bersangkutan menjadi Tamu Koran Tempo Minggu, rubrik dua halaman yang dulu saya
pegang.
Di rubrik ini, berisi wawancara dan foto yang bersangkutan. Isinya tak cuma
profil, tapi gagasan si tamu itu. Demi tugas itu, saya mulai pendekatan ke
Corporate Secretary KAI untuk mendapatkan wawancara.
Saya dijanjikan bertemu jam 7 pagi di kantor KAI dekat Stasiun Juanda.
Dari rumah saya di Vila Pamulang tapi masuk Depok, saya berangkat pagi-pagi jam
5 agar tidak ketinggalan wawancara. Setelah menunggu sampai jam 10 pagi bersama
fotografer, saya sedikit kecewa mendapati saya tak sendirian. Padahal,
wawancara itu membutuhkan waktu khusus, yang tak mungkin bersama media lain
karena pertanyaannya tidak melulu soal perusahaan pelat merah itu. Saya pun
meminta waktu khusus. Dijanjikan tunggu kabar dan telepon. Wawancara akan
dilakukan hari itu juga.
Saya sempat disuruh ke Gambir. Urung juga. Sampai sore, saya dapat kabar,
wawancara akan dilakukan di Hotel Dharmawangsa jam 18.00. Fotografer sudah
nyerah sambil berpesan, nanti minta waktu lagi untuk sesi foto. Saya pun
berangkat sendirian ngojek dari Gambir ke Dharmawangsa.
Di Dharmawangsa ada sekitar tujuh atau delapan orang (saya tak ingat, yang
jelas lebih dari lima) laki-laki pejabat KAI. Jadi, saya perempuan sendirian.
Tak masalah buat saya.
Wawancara pun berlangsung biasa, datar karena masih pertanyaan ringan dulu dan
di akhir mulai agak serius.
Setengah jam kemudian, saya mulai bertanya soal pembenahan KAI untuk
meminimalisasi kecelakaan. Saya rasa pertanyaan saya wajar. Tapi mungkin Jonan
tak suka dengan pertanyaan itu atau mungkin dia bosan. Tiba-tiba, dia bilang,
“Sudah ah. Aku capek. Aku mau begini (ibu jarinya diselipkan di antara jari
telunjuk dan jari tengah). Enak lo begini. Kamu pasti belum tahu rasanya
begini,” katanya seraya beringsut. Pejabat lain ketawa.
Untuk beberapa detik, saya terbengong... enggak bisa bicara. Tak menyangka di
tengah wawancara serius, masing-masing membawa institusi, dia bisa
memperlakukan saya dengan tidak sopan dan tak punya tata krama.
Setelah sadar, saya bilang, “Bapak enggak semestinya berlaku begini. Ini
pelecehan. Apalagi, Anda pejabat publik.” Tapi saya masih mengendalikan marah
saya lantaran sadar ada institusi pers di belakang nama saya.
Rupanya Jonan sadar. Dia kembali ke tempat duduknya dan melayani wawancara.
Sehari kemudian, saya berkomunikasi lagi dengan Humas KAI untuk setting
pemotretan. Berkali-kali dijanjikan akhirnya dibatalkan dan meledaklah marah
saya. Saya mulai memaki humas itu.
“Tolong sampaikan ke bos Anda. Saya banyak mewawancara pejabat. Yang paling
belagu dan bertindak melecehkan cuma bos Anda.”
Setelah saya berkomunikasi dengan bos saya, kami sepakat tidak menurunkan
wawancara itu.
Sekali lagi, tulisan saya ini tidak bermaksud untuk memojokkan, karena saya
bukan siapa-siapa. Saya cuma ingin, belajarlah menghargai profesi orang,
menghargai perempuan, dan sadarlah jika Anda pejabat publik yang menjadi
panutan banyak orang.
Seperti tadi telah disinggung, setelah pengakuannya tersebar di media sosial,
pengakuan Istiqomatul Hayati itu mendapat banyak tanggapan dan komentar,
termasuk yang “menyerang” dirinya. Berikut status Facebook Istiqomatul Hayati
terkait hal itu.
Sekecil apa pun kekerasan yang kamu alami, meski cuma verbal abuse, bicaralah!
Teman, status saya tentang Jonan kemarin saya setting just friend. Enggak
sampai 24 jam, yang menge-share 238 orang. Tapi masih aja ada yg bisa men-share
status itu. Banyak reaksi yang muncul. Yang mendukung, tapi banyak juga yg
mencaci dan mencibir saya: dibilang pesanan, hoax, fitnah, pembunuhan karakter
dan sebagainya terhadap media darling, Jonan.
Seperti di awal tulisan saya, saya pun mengakui prestasi kinclong Jonan di KAI
sehingga dia amat potensial menjadi menteri. Tapi, saya hanya ingin memaparkan
pengalaman saya empat tahun lalu.
Apakah saya salah? Jujur, kalau Anda bertanya kepada saya bagaimana jika dia
jadi menteri? Saya jawab, ya, enggak apa-apa, wong itu kewenangan Jokowi
sabagai presiden terpilih. Apa hak saya. Siapa saya pula? Tapi, apa saya suka?
Tentu tidak.
Buat saya pejabat publik itu dilihat satu paket. Bagaimana dia bekerja dan
bagaimana dia bertutur, berperilaku. Tapi kembali saya ingin bilang, tulisan
saya tidak bermaksud menjatuhkan karir Jonan. Ya, Allah, siapa saya ini?
Dari yang mendukung saya, mereka berbagi pengalaman selama meliput Jonan. Nur
Farida Ahniar, Gustidha Budiartie, dan Mbak Endri Kurniawati bercerita apa yg
teman mereka alami dan dia alami saat mewawancara Jonan. Sebagian lain yang
tidak mendukung langkah saya untuk bersuara mengatakan, “Itu kan cuma bercanda,
bukan pelecehan, itu cara orang Surabaya bercanda. Sakgeleme dhewe.” Ya
enggak apa-apa. Semua orang boleh berpendapat.
Semua caci-maki yang ditujukan kepada saya, saya terima.
Terima kasih untuk semua perhatian dan cinta kawan semua.
Di Twitter juga kemudian banyak muncul kritik terkait kebijakan Jonan dalam
membenahi kereta listrik (KRL) di Jabodatebek dan instruksinya menghalau para
pedagang kecil di stasiun-stasiun yang ada di Jabodetabek. Stasiun-stasiun itu
memang sekarang menjadi kinclong, tapi kemudian berdiri minimarket-minimarket
dari para pemodal besar, termasuk minimarket-minimarkert waralaba dari luar
negeri. Suasana kerakyatan yang pernah hidup puluhan tahun di stasiun-stasiun
yang ada di Jabodetabek pun berangsur hilang.
Salah satu yang melancarkan kritik itu adalah pemilik akun Twitter
@hansdavidian, Hans David. Ia mengeluh bagaimana kacaunya pengaturan jadwal
kereta di Stasiun Tanahabang, sehingga kedatangan kereta bisa terlambat sejam
dari jadwal yang telah ditentukan, minimal setengah jam.
“Buat para penboi Jonan yang wangi-wangi, noh monggo ke Tanahabang sekarang
buat lihat & dengar teriakan-teriakan penumpang yang bakal masuk ke KRL,”
kata David, dengan cara penulisan yang telah disunting untuk kenyamanan
pembaca, mengingat keterbatasan ruang di Twitter.
David juga mengatakan, dirinya tidak mempermasalahkan penuhnya penumpang KRL.
Yang ia permasalahkan adalah ketepatan waktu. “Di negara mana pun, KRL pasti
penuh pas jam sibuk. Cuma di kita doang dikasih bonus keterlambatan minimal 30
menit,” tuturnya.
Menurut dia, KRL tepat waktu itu sudah 90% nyaman walaupun penumpang harus
berdiri. “KRL ngaret sampai sejam itu usdah pasti bikin enggak nyaman,”
tuturnya.
David juga menepis anggapan yang mengatakan transportasi seperti KRL memang
tidak bisa tepat waktu dan nyaman. “Dan kata siapa transportasi kayak KRL
enggak bisa tepat waktu dan nyaman? Subway London itu sangat nyaman dan tepat
waktu walau di jam sibuk,” katanya.
Ia juga mengkritik kebijakan Jonan yang mengusir pedagang kecil dari stasiun.
“Dengan jadwal kampret kayak sekarang, penumpang-penumpang yang kelaparan
menunggu, mau jajan ke mana? Dulu, mau se-ngenes apa pun jadwal KRL telat di
Tanahabang, at least bisa ke atas, ngaso di warung-warung jajan. Sekarang?
Bengong aja yang ada,” ungkap David.
Jonan sebagai Direktur Utama PT KAI mengusir pedagang kecil dari stasiun dengan
alasan stasiun bukan tempat berjualan. “Tapi, ada Starbucks, Seven Eleven, dan
lain-lain di beberapa stasiun. Tempat-tempat kayak Seven Eleven dan lain lain
itu laku kalau penumpang kecapekan menunggu. Supaya penumpang lama menunggu
bagaimana? Bikin saja KRL-nya telat terus. Jadi, Jonan ini bisnis kereta api
atau mal stasiun? Pengisap darah model begitu mau dijadiin Menteri
Perhubungan?” tutur David.
Dia
juga mempertanyakan latar belakang pendidikan Jonan, yang berasal dari bidang
akuntansi. “Bidangnya finance cocoknya. Apa coba kompetensi dia mengurus
transportasi? Bagaimana tidak hancur-hancuran BUMN, dulu orang media disuruh
pegang listrik, sekarang anak akuntansi ngurusin transportasi publik,” katanya.
Share.suaranews
Share.suaranews
1 komentar:
Yang berita kayak beginian ditulis biasanya tujuannnya tidak murni !
Posting Komentar