PB. JAKARTA - Surat
edaran Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang memerintahkan KPUD/KIP Provinsi
dan KPUD/KIP kab/kota untuk membuka kotak suara bersegel untuk
mengambil data yang akan dijadikan bukti menimbulkan perdebatan hukum
yang panjang.
"Polemik ini berhenti ketika MK
mengeluarkan keputusan sela yang mengizinkan KPU sejak 8 Agustus ini,"
kata Koordinator Nasional Relawan Gema Nusantara, Muhammad Adnan, Sabtu
(9/8).
Persoalannya sekarang, ungkap Adnan,
adalah timbul ketidakpercayaan publik terhadap KPU karena tidak ada
jaminan bahwa data dan bukti yang telah diambil dari kotak suara ini
bisa dipetanggungjawabkan dan bersih dari rekayasa. Di saat yang sama,
integritas penyelenggara pemilu di daerah sangat diragukan terbukti
dengan diberhentikannya ratusan anggota KPUD didaerah paska pileg 2014.
"Untuk itu MK harus berani menjawab
kegalauan publik ini dengan meminta data pembanding berupa dokumentasi
C1 dari TNI dan Polri. MK bisa melakukan hal ini karena ketika terjadi
kasus cicak vs buaya, KPK vs Polri, MK meminta data hasil sadap dari KPK
yang bocor pada waktu itu untuk dibuka dalam persidangan. Jadi bukan
sesuatu yang baru dan telah memiliki yurispendensi hukum sendiri,"
ungkap Adnan.
TNI dan Polri sendiri pun, sambung
Adnan, telah bersedia apabila diminta MK, karena sejak awal niatannya
adalah untuk antisipasi bila ada kejadian seperti sekarang. (rmo/jpnn)share
Tidak ada komentar:
Posting Komentar