Oleh . Agus sunyoto
Ketika membaca berita hasil kunjungan kerja Komisi I DPR RI di Perbatasan RI-Malaysia di Camar Bulan dan Tanjung Datu, Sufi tua berteriak keras sambil koran ke lantai. Pasalnya, berita yang sangat penting tentang pencaplokan wilayah RI oleh Malaysia itu hanya ditulis singkat pada rubrik internasional di halaman dalam, terjeput oleh berita-berita utama seputar Pilpres. “Media massa sengaja mengarahkan opini publik ke arah Pilpres sampai semua orang lengah,” ujar Sufi tua geram,” Ujungnya Indonesia kehilangan lagi wilayah teritorialnya. Dasar pers kapitalis, untung terus yang dipikir.”
Azumi, Marholy, Daitya, dan Roben yang sedang berbincang tentang Black Campaign dalam Pilpres dengan heran mendekati Sufi tua. Setelah memungut koran dan membaca berita yang membuat Sufi tua marah, Marholy sambil duduk bertanya,”Memang Malaysia sudah mencaplok wilayah RI di Kalimantan Barat, Mbah?”
“Ya kamu baca sendirilah beritanya!” sahut Sufi tua sibuk menelpon temannya.
“Ya di sini diberitakan bahwa RI telah kehilangan tanah di Camar Bulan seluas 1.400 Ha dan di Tanjung Datu wilayah pantai RI hilang 80.000 meter persegi. Ini statement Wakil Ketua Komisi I DPR RI, TB Hasanuddin. Apa benar begitu mbah?” papar Marholy ingin tahu.
“Faktanya, Malaysia sekarang ini sudah bertindak sangat jauh. Meski klaim itu belum diratifikasi, Pemerintah Malaysia sudah membuat tempat wisata di Tanjung Datu bernama Taman Negara Tanjung Datu bahkan sudah membangun mercu suar. Ada 11 radio dan tiga stasiun televisi milik pemerintah dan swasta Malaysia yang mendominasi siaran di Camar Bulan, sementara TVRI dan stasiun swasta Indonesia sulit ditangkap di sini. Penduduk Camar Bulan lebih akrab menggunakan ringgit daripada rupiah. Lagu Kebangsaan Malaysia ‘Negaraku’ lebih dihafal daripada Indonesia Raya. Ini strategi lawas yang sudah berhasil dijalankan di Pulau Sipadan dan Ligitan yang dirampas secara legal oleh Malaysia akibat kebodohan pemimpin kita,” kata Sufi tua berang.
“Tapi mbah,” kata Marholy bertanya,”Menhan kita membantah jika wilayah tersebut telah dicaplok oleh Malaysia karena Camar Bulan dan Tanjung Datu masih daerah status quo.”
“Dari dulu status quo, tapi hampir pasti Malaysia akan menang karena pemimpin negeri ini tidak pernah serius menangani masalah perbatasan. Ibarat orang tolol dipatuk ular dua kali di lubang yang sama, begitulah sengketa wilayah Camar Bulan dan Tanjung Datu akan dimenangkan oleh Malaysia. Aku yakin itu,” kata Sufi tua dingin.
“Kok bisa menang mbah, bagaimana nalar sehat dan argumentasi ini?” tanya Azumi.
“JASMERAH – Jangan Sekali-kali Meninggalkan Sejarah, itu kata kunci yang diungkapkan Bung Karno, founding father Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dengan berpijak pada sejarah, kamu akan mendapati simpulan bahwa dalam sengketa Camar Bulan dan Tanjung Datu ini Malaysia pasti akan menang,” kata Sufi tua.
“Bagaimana alur logika penalarannya, mbah kok sampeyan bisa menyimpulkan bahwa Malaysia pasti menang? Bagaimana mbah?” sahut Azumi penasaran.
“Pertama-tama, kalian harus tahu bahwa wilayah Camar Bulan dan Tanjung Datu itu mengacu pada garis batas Peta Belanda Van Doorn tahun 1906, peta Sambas Borneo (N 120 E 10908/40 Greenwind) dan peta Federated Malay States Survey tahun 1935. Sejak Kerajaan Malaysia didirikan tidak mempermasalahkan wilayah perbatasan tersebut,” kata Sufi tua.
“Kenapa tiba-tiba Malaysia mengklaim wilayah itu sebagai bagian wilayahnya?”
Malaysia bahwa Camar Bulan adalah bagian Malaysia?”
“Entahlah apa yang sudah dilakukan pejabat-pejabat Orde Baru itu. Yang pasti, tinta hitam sejarah terukir dalam sebuah dokumen rahasia tentang perbatasan Republik Indonesia - Malaysia terkait potensi hilangnya kedaulatan Republik Indonesia (RI) atas wilayah Camar Bulan dan Tanjung Datu menunjuk bahwa institusi TNI dan beberapa anggota TNI mendukung klaim Malaysia atas wilayah Camar Bulan dan Tanjung Datu yang secara de facto dan de yure sejatinya masuk Provinsi Kalimantan Barat itu. Begitulah klaim Malaysia tersebut membawa akibat Indonesia kehilangan Camar Bulan yang luasnya 1.400 ha dan Tanjung Datu seluas 80.000 m2,” kata Sufi tua dengan nada sedih.
Marholy, Azumi, Daitya, Roben terdiam. Sejurus kemudian, Daitya bertanya,”Bagaimana sampeyan bisa menyimpulkan bahwa Malaysia akan memenangkan klaim atas Camar Bulan dan Tanjung Datu sebagaimana mereka mengulang lagi peristiwa Sipadan dan Ligitan?”
“Apa yang Malaysia lakukan di dalam sengketa Sipadan dan Ligitan sampai memenangkan klaim atas kedua pulau itu?” tanya Marholy menyela.
“Malaysia menempatkan warganegaranya di Sipadan dan Ligitan,” kata Sufi tua menjelaskan,”Kemudian Malaysia mengembangkan Sipadan dan Ligitan sebagai daerah hunian dan wisata sambil mengulur-ulur waktu penyelesaian di arbitrase internasional. Nah, saat tim arbitrase nasional turun ke lapangan untuk melihat fakta, tim menemukan fakta penghuni Sipadan dan Ligitan adalah warganegara Malaysia. Begitulah, Malaysia dimenangkan atas sengketa Sipadan dan Ligitan.”
“Wuahaha, Malaysia lebih cerdik,” tukas Roben terbahak,”Kita akan dikentuti dua kali. Wilayah Camar Bulan dan Tanjung Datu akan menjadi milik Malaysia seperti Sipadan dan Ligitan karena fakta menunjuk pihak yang mengembangkan Camar Bulan dan Tanjung Datu adalah Malaysia. Mereka pasti menang lagi. Menang lagi.”
“Berarti Indonesia akan memasuki siklus baru yang akan terus berulang-ulang terkait pergantian presiden,” kata Sufi tua menarik nafas berat.
“Siklus baru apa yang akan terulang dalam pergantian presiden, mbah?”
“Sejarah akan mencatat, betapa setiap kali Indonesia ganti presiden, maka wilayah Negara Indonesia akan berkurang. Ingat itu!” sahut Sufi tua singkat.
“Setiap kali ganti Presiden, Negara Indonesia selalu kehilangan wilayah?” sergah Marholi mengerutkan kening,”Apa maksudnya, Mbah?”
“Jaman Presiden B.J.Habibie, Indonesia kehilangan Timor Timur yang merdeka menjadi Timor Leste. Jaman Presiden Megawati, Indonesia Kehilangan Sipadan dan Ligitan. Nah, jaman Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pasca peralihan ke jaman joko wi ini aku berani bertaruh, Indonesia akan kehilangan Camar Bulan dan Tanjung Datu…,” kata Sufi tua sedih.
“Berarti tahun 2020, Indonesia bisa benar-benar kehilangan kedaulatan atas seluruh wilayah teritorialnya, ya mbah?” kata Marholy berspekulasi.
“Sudah pasti, jika presiden yang terpilih nanti menyerahkan kedaulatan negara ini kepada Imperialisme Global, paling tidak Indonesia akan terbelah menjadi “Negara Bagian” Amerika Serikat ke-53 dan ‘Negara Bagian’ Australia.”
Sumber: internasional.kompas.com, detik.com,
Share. Facebook
KITA SIBUK PILPRES, MALAYSIA REBUT WILAYAH CAMAR BULAN DAN TANJUNG BATU
Selasa, 02 September 2014
Subscribe your email address now to get the latest articles from us
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
4 komentar:
Terus kemana keamanan Indonesia di perbatasan terutama pemimpinnya kok diam
Tugas Presiden diakhir tahun, mnjaga keutuhan NKRI dipulau Camar Bulan & Tanjung Batu dg pendekatan Hankam yg simultan dg bidang diplomasi LN, Kependudukan n Infra struktur.
Disamping mnjaga agr harga BBM n barang kebutuhan wong cilik tetap terjangkau
Bukan dicaplok tapi diberikan oleh para perunding Indonesianya sendiri-perunding kita itu sangat santun dan sangat penakut-katanya camar bulan itu MOU nya sudah ditanda tangani tahun 1978-padahal sesuai tata krama MOU itu kalau merugikan bisa saja tidak diindahkan. Padahal di Titik D.400 meski sudah dittd tangani Malaysia mau saja berunding. Karena apa? Karena mereka punya kepetingan.Malah perunding kita itu bilang begini-bagaimana kalau negara lain juga minta hal yang sama? Nah terlihat sekali kan? Mereka tidak punya nyali. Padahal kalau orang lain protes ya dihadapi? Nah sahabat Camar Bulan itu bukan di Caplok Malaysia tetapi diberikan oleh Tim perunding Indonesia.Kasihan pimpinan TNI dan Menhan kita itu dikibuli, dan tentu presidennya juga pasti melihat pendapat stafnya dan ahirnya menyetujuinya.
Camar Wulan n Tanjung Datu lw mw dicaplok ,Malaysia pzti gua jitak tu TDM ny,,,klo skarang tuch aman2 saja,TNI je msih santai,,,,,hoax tuch ,,,,by Orang Sambas
Posting Komentar