Oleh. Alex Palit
Namanya juga ‘Boneka Pinokio’. Sebagai boneka pastinya boneka tersebut akan menjadi mainan si tuan yang empunya boneka tersebut. Galibnya sebuah boneka tentunya boneka tersebut bisa diperlakukan semaunya dan sesuka tuannya. Sebagai mainan bukan tidak mungkin boneka tersebut rancangannya didesain susuai kemauan dan kebutuhan si empunya. .
Seperti halnya kalau kita menyaksikan atraksi boneka Suzan kepunyaan Ria Enes. Dia akan menjawab, melucu, mau menjawab jujur atau bohong, kesemuanya itu tergantungan Ria Enes sebagai penyalur suara. Boneka Suzan memang nggak mikir, otaknya tetap ada di si empunya boneka, yang mikir Ria Enes, sementara boneka Suzan mulutnya hanya komat-kamit sambil tebar senyuman sambil kepalanya manggut-manggut atau gelang-gelang menurut gerak tangan si empunya boneka.
Sementara sebagai boneka Pinokio, sebagaimana dikisahkan di cerita boneka kayu bernama Pinokio, disebutkan bahwa Pinokio itu suka berbohong. Setiapkali Pinokio ini melakukan pembohongan hidungnya molor, bertambah panjang. Jadi si Pinokio ini tidak bisa menutupi kebohongannya, setiapkali melakukan pembohongan pasti ketahuan, karena secara otomatis langsung hidungnya molor.
Dikisahkan bahwa Pinokio ini suka berbohong dalam banyak hal. Suka ingkar dan menafikan dengan tidak mengakui apa yang sesungguhnya terjadi. Suka pula mengingkari dan menafikan perbuatan dan perkataan yang pernah dilakukan atau diucapkan, dan tiada kata dan perbuatan. Sehingga dalam banyak hal Pinokio ini dikenal sebagai sosok yang naif dan munafik.
Entahlah apa jadinya ketika sebuah negeri dipimpin ‘Boneka Pinokio’, di mana pemimpinnya ternyata adalah sebuah boneka yang diprogram dan dikendalikan dengan remote controle sesuai kemauan dan kepentingan pribadi si empunya boneka tersebut. Pastinya yang bakal terjadi di negeri ini akan menjadi negeri democrazy.
Share. kompasiana
Tidak ada komentar:
Posting Komentar