Pages

Ratna Sarumpaet : Adian Napitupulu itu menjual rakyat untuk memperkaya diri.

Selasa, 09 September 2014


JAKARTA  - Nama mantan aktivis mahasiswa Adian Napitupulu semakin populer setelah tayangan Mata Najwa di Metro TV. Gaya bahasa Adian yang menohok seolah-olah menjadi pahlawan bagi rakyat.
Ternyata kelakuan Adian Napitupulu sangat busuk. Berdasarkan pengakuan aktivis yang juga sering turun ke jalan Ratna Sarumpaet, Adian Napitupulu itu menjual rakyat untuk memperkaya diri.
"Awalnya kukira dia tulus berjuang u Rakyat, eh aktivis kok pny Alfard? Kok jual gerakan," kicau Ratna di akun Twitter-nya @RatnaSpaet.
Ratna mengungkapkan, Adian sengaja membuat bentrokan dalam aksinya sebagai bagian mengeruk keuntungan untuk dirinya.
"Konsep @AdianNapitupulu "Makin militan makin mahal" Bgt chaos dia ngacir tinggalin mhsw. Timses JKW rugi ada dia," papar aktivis yang konsen mengkritisi capres Prabowo dan Jokowi.
Selain itu, ia mengatakan, Adian membangun istana dengan menjual penderitaan rakyat. "Tuhan akan ganti Istana y dbangun @AdianNapitupulu dr derita rakyat y pura2 dia bela d sy akan kejar dia sampai kapan pun @IhsanMatondang," pungkasnya.

Siapa Adian Napitupulu?

Pada Acara MetroTV, Mata Najwa, menghadirkan tokoh kiri Adian Napitupulu yang mewakili Jokowi, dan Ahmad Yani yang mewakili Prabowo. Acara MetroTV itu, yang memang sudah disetting, tujuahnnya hanya satu : ‘Menghancurkan Profile Capres Prabowo’. Tidak ada lain. MetroTV menjadi tempat siapapun, yang bisa membuat opini negatif terhadap Prabowo, dan memiliki ‘efect damage’ (menghancurkan), serta berskala luas.
Adian Napitulu, pendiri Forkot (Forum Kota), sebuah entitas gerakan kaum kiri, di tahun-tahun menjelang kejatuhan Soeharto. Adian pendiri dan ‘vangard’ (pelopor)  gerakan kaum kiri di ibukota Jakarta, kala itu, dan sekarang dikenal dengan ‘Aktivis 98’, dan dia bergabung  dengan PDIP, kemudian menjadi calon legislatif PDIP 2009 dan 2014.
Adian yang pernah kuliah hukum di sebuah universitas Kristen itu, memiliki ‘trauma’ di saat menjelang kejatuhan Soeharto, dan selalu berhadapan dengan aparat keamanan. Memori masa lalu, itulah yang terus membayangi kehidupannya. ‘Mindsetnya’ (cara berpikirnya), tak pernah berubah, dan terus menjadikan tokoh militer, sebagai ‘musuh’ dan ‘ancaman’ bagi kehidupan pribadinya dan kebebasan.
Termasuk terhadap Prabowo, yang pernah menjadi Danjen Kopassus, dan selalu dilekatkan dengan kasus penculikan ‘aktivis’, yang umumnya dari kelompok kiri. Maka, tampilnya Prabowo di kancah politik, dan menjadi calon presiden, membuat Adian Napitupulu, pendiri ‘Forkot’, tak bisa memejamkan matanya. Apalagi, sekarang dibenaknya terus dibayangi perasaan ‘fear’ (ketakutan), dan akan ini membangitkan motivasi dirinya melakukan gerakan perlawanan.
Seperti dalam acara MetroTV, dan media ini memang memilih tokoh ‘Forkot’, yang sudah sangat jelas, identitasnya karakter ideologinya, dipasang menghadapi Ahmad Yani, yang mewakili sebuah ‘monster’ yang mengancam bagi mereka kaum kiri, yang sekarang ini berhimpun di dalam tubuh PDIP. Sejatinya,  PDIP yang selalu menggunakan simboll ‘merah’ itu, benar-benar tempat berhimpunnya kaum ‘merah’.
Adian Napitulu dengan sikap sinis, dan sarkasme memperlihatkan jati dirinya, yang sesungguhnya, ketika berhadapan dengan Ahmad Yani di ‘Mata Najwa’. Adian tidak ada sedikitpun empatinya terhadap Prabowo. Di mata Adian, Prabowo itu masih lebih berharga ‘tikus got’. Tak berguna bagi masa depan Indonesia.
Prabowo sebagai militer tidak memiliki prestasi apapun, dan tidak ada yang bisa di catat sebagai sebuah prestasi dalam sejarah bangsa. Di mata Adian Napitupulu,  Prabowo hanyalah sebagai tokoh ‘terkutuk’, karena kejahatan HAM di masa lalu.
Adian Napitulu, membandingkan antara Jokowi dengan Prabowo, seperti membandingkan antara masa depan dengan masa lalu. Jokowi bagian dari masa depan bangsa, harapan rakyat, sebagai tokoh yang bersahaja, jujur, merakyat, pluralis, dan tidak suka terhadap kekerasan. Menurut Adian, Jokowi benar-benar sebagai antitesa masa lalu yang diwakili Prabowo. Jokowi adalah masa depan Indonesia.
Bagi Adian Napitupulu, tokoh seperti Jokowi itu sebagai ‘nabinya’ rakyat jelata, yang memimpikan keadilan, dan kehidupan yang lebih baik, tidak ada lagi penindasan, serta berlakunya semua kebebasan yang menyeluruh dengan lebih bersikap ‘altruisme’ (lebih mementingkan orang lain, dibandingkan dirinya sendiri).
Adian Napitulu dengan sangat berapi-api menjelaskan Jokowi, yang mulai dari bawah, dari Solo dan kemudian Jakarta. Semua dengan gayanya yang ‘blusukan’ itu, dianggap sebagai keberpihakan dan komitmen terhadap rakyat jelata.
Adian Napitulu dengan nada yang sangat sinis, menyatakan bagaimana Prabowo mau memimpin negara, sebagai tokoh militer, dia telah  dipecat oleh pengadilan militer. Bagaimana akan menjadi penglima tertinggi, memimpin militer, sedangkan dia sudah dipecat dari militer, ujar Adian. Kasus masalalu yang dikaitkan dengan HAM, selalu menjadi isu yang paling pokok, yang sekarang diarahkan kepada Prabowo.
Bagaimana Prabowo mau memberantas korupsi, yang sudah memuji Suryadarma Ali, dan menjadi salah satu pendukungnya. Tapi, sekarang menjadi tersangka korupsi, tutur Adian Napitulu. Prabowo menjadi sosok atau steriotipe negatif, yang harus menjadi musuh bersama.
Menjelang acara ‘Mata Najwa’ ditutup, Adian diminta oleh Najwa Shihab, menutup dengan kata yang positip bagi Prabowo, maka lagi-lagi dengan tertawanya yang sangat sinis, Adian mengatakan tentang kesukaan Prabowo terhadap kudanya, dan lebih sinis lagi, pendiri ‘Forkot’ itu, mengatakan Prabowo menjadi idaman ibu-ibu, yang berharap menjadi ‘ibu negara’, tuturnya. Benar-benar sangat menghunjam dan sinis, sikap Adian Napitulu.
Prabowo sekarang menjadi musuh bersama bagi barisan ‘MERAH’, dan tidak menginginkan tampilnya Prabowo memimpin Indonesia. Dengan menggunakan berbagai isu di masa lalu, difasilitasi oleh media,  seperti MetroTV. Timses PDIP sendiri sengaja memilih mantan aktivis kiri menjadi pasukan 'berani mati' di TV, menghadapi 'orang-orang' yang menjadi pendukung Prabowo.
Polarisasi telah membelah bangsa, antara barisan ‘Merah’ dan ‘Hijau’, sampai pada titik kolmunisi tertentu, kampanye negatif yang sekarang ini berlangsung terhadap Prabowo, tidak tertutup dengan  tingkat emosi yang sudah menggelegak, dan hanya ada satu kemungkinan, yaitu lahirnya ledakan sosial dan politik, yang  mengarah kepada apa yang disebut ‘civil war’, suka atau tidak suka. Kalau sudah terjadi, siapapun tidak bisa menghentikannya. Wallahu’alam [afgh/adivammar/dbs/voa-islam.com]

share. (voa-islam.com)

Subscribe your email address now to get the latest articles from us

Tidak ada komentar:

 
Copyright © 2015. PRESIDEN ber-NYALI.
Design by . Published by Themes Paper. Powered by .
Creative Commons License