Jakarta - Presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi) berambisi merealisasikan program bank pertanian untuk memperluas akses keuangan ke seluruh pelosok daerah. Ternyata di daerah ujung Barat Indonesia, bank pertanian sudah terbentuk dan berhasil membantu ribuan petani.
Masril Koto, Pendiri Bank Petani di Desa Batusangkar, Sumatera Barat mengisahkan kondisi petani di kampung kelahirannya. Dia memotret kehidupan petani di Batusangkar yang dilanda kemiskinan karena lahan pertanian sulit berkembang.
Petani di daerah tersebut, lanjut dia, hanya mengelola sawah setengah hektare (ha) dan kebanyakan tanpa sertifikat. Lahan ini selain untuk bercocok tanam, juga dialokasikan untuk budidaya ikan dan sebagainya.
"Petani juga tidak terakses lembaga keuangan. Makanya kita bikin lembaga bank petani. Bentuknya koperasi modern, di mana sahamnya di miliki bapaknya, dan anak-anaknya yang menjadi pekerja," terang Pria dengan gaya khasnya memakai topi koboi di Seminar Nasional Ikatan Perstatistikan Indonesia, Jakarta, Jumat (19/9/2014).
Dijelaskan Masril, masyarakat didorong untuk untuk menyimpan uang dalam beberapa produk tabungan, seperti tabungan ibu hamil, tabungan pendidikan, tabungan sosial.
Produk teranyar, sambungnya, Bank Petani baru saja merilis dua produk tabungan, yakni tabungan niat naik haji dan tabungan kepemilikan iPad.
"Karena baru niat saja sudah dicatat malaikat apalagi dicatat buku tabungan. Juga tabungan kepemilikan iPad untuk anak-anak, karena kita nggak ingin anak-anak ke Jakarta melihat iPad sebagai sesuatu yang aneh," terang dia.
Petani, tambah Masril, diberikan fasilitas kredit atau pinjaman dengan nilai terbatas. Kebanyakan petani menggunakan kredit tersebut untuk kebutuhan ringan. Berjalan lima tahun, sudah ada 850 bank petani dan 1.500 tenaga kerja.
"Petani bisa pinjam uang, tapi nggak banyak paling Rp 200 ribu sampai Rp 500 ribu untuk mengelas alat pertanian yang patah dan sebagainya," tutur dia. (Fik/Ndw)
Masril Koto, Pendiri Bank Petani di Desa Batusangkar, Sumatera Barat mengisahkan kondisi petani di kampung kelahirannya. Dia memotret kehidupan petani di Batusangkar yang dilanda kemiskinan karena lahan pertanian sulit berkembang.
Petani di daerah tersebut, lanjut dia, hanya mengelola sawah setengah hektare (ha) dan kebanyakan tanpa sertifikat. Lahan ini selain untuk bercocok tanam, juga dialokasikan untuk budidaya ikan dan sebagainya.
"Petani juga tidak terakses lembaga keuangan. Makanya kita bikin lembaga bank petani. Bentuknya koperasi modern, di mana sahamnya di miliki bapaknya, dan anak-anaknya yang menjadi pekerja," terang Pria dengan gaya khasnya memakai topi koboi di Seminar Nasional Ikatan Perstatistikan Indonesia, Jakarta, Jumat (19/9/2014).
Dijelaskan Masril, masyarakat didorong untuk untuk menyimpan uang dalam beberapa produk tabungan, seperti tabungan ibu hamil, tabungan pendidikan, tabungan sosial.
Produk teranyar, sambungnya, Bank Petani baru saja merilis dua produk tabungan, yakni tabungan niat naik haji dan tabungan kepemilikan iPad.
"Karena baru niat saja sudah dicatat malaikat apalagi dicatat buku tabungan. Juga tabungan kepemilikan iPad untuk anak-anak, karena kita nggak ingin anak-anak ke Jakarta melihat iPad sebagai sesuatu yang aneh," terang dia.
Petani, tambah Masril, diberikan fasilitas kredit atau pinjaman dengan nilai terbatas. Kebanyakan petani menggunakan kredit tersebut untuk kebutuhan ringan. Berjalan lima tahun, sudah ada 850 bank petani dan 1.500 tenaga kerja.
"Petani bisa pinjam uang, tapi nggak banyak paling Rp 200 ribu sampai Rp 500 ribu untuk mengelas alat pertanian yang patah dan sebagainya," tutur dia. (Fik/Ndw)
Credit: Nurseffi Dwi Wahyuni
ShaLiputan6.com,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar