Jakarta – Motifasi Jaksa Agung Basrief Arief sebagai terduga pelindung korupsi pengadaan Bus Busway dan Medium Bus di Dinas Perhubungan DKI Jakarta Tahun Anggaran 2013 terungkap. Putra tertua Basrief Arief, Abraham Arief mantan Direktur PT Trimegah Securitas terkait erat dengan Sofyan Djalil, Sunata Tjiterosampurno dan James Riady.
Masing -masing mereka adalan komisaris utama, komisaris dan pemilik PT Trimegah Securitas, di mana Abraham Arief pernah bekerja belasan tahun di sana dan sekarang menjadi anggota tim transisi presiden terpilih Joko Widodo.
Tentu saja keberadaan anak Jaksa Agung di Tim Transisi secara etis tidak dapat dibenarkan dan potensial menjerumuskan kasus korupsi Joko Widodo menjadi alat penekan di pihak Jaksa Agung untuk melakukan transaksi politik dan ekonomi.
Jaksa Agung Basrief Arief terbukti menyembunyikan benturan kepentingan (conflict of interest) dirinya pada pengusutan kasus korupsi Bus Trans Jakarta, di mana Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo dan mantan Ketua Timses Jokowi saat Pilkada Surakarta Bimo Putranto beserta salah satu donatur utama Jokowi dalam pilkada DKI dan pemilu presiden David Herman Jaya diduga terlibat sebagai pelaku dan otak tindak pidana korupsi di Bus Trans Jakarta TA 2013, yang nerugikan negara Rp 54 miliar.
Informasi ini akan menjadi pembenaran atau legitimasi dari tendensi keberpihakan Jaksa Agung atau penyidik kejaksaan dalam mengusut tuntas keterlibatan Gubernur DKI Jakarta, Jokowi, pada korupsi pengadaan Bus Busway dan Reguler pada Dinas Perhubungan DKI Jakarta tahun anggaran 2013.
Perbuatan Jaksa Agung melindungi koruptor-koruptor utama pada kasus korupsi Bus Trans Jakarta tidak saja merupakan pelanggaran hukum dan etika karena Jaksa Agung tidak full disclosure sejak awal penangangan kasus itu oleh penyidik kejaksaan agung, melainkan juga sudah merupakan praktek mafia hukum dan pengkhianatan terhadap bangsa dan negara.
Edi Syahputra Direktur Eksekutif Jaringan Advokadi Publik (JAP) mengatakan, penyidik memang memiliki hak diskresi menetapkan strategi penyidikan. Namun, mencuatnya informasi mengenai keterlibatan salah satu anak Jaksa Agung sebagai tim transisi Jokowi, menyebabkan publik memiliki hak untuk mempertanyakan profesionalisme, integritas dan transparansi penyidikan kasus korupsi pengadaan Bus Trans Jakarta, yang melibatkan Gubernur DKI Jakarta Jokowi dan kroni-kroninya.
“Rakyat memiliki hak dan kepentingan mempertanyakan keseriusan penyidik Kejagung menuntaskan kasus korupsi Bus Trans Jakarta, terutama dalam hal penetapan status tersangka Joko Widodo, Bimo Putranto dan seterusnya. Jangan sampai kasus korupsi Jokowi menjadi komoditas dagang sapi antara Jaksa Agung dan penyidik dengan Jokowi,” ujar Edi, seperti dikutip Asatunews, Rabu 10 September 2014.
Selain itu, praktisi hukum dan aktifis anti korupsi, Junaidi berpendapat, sikap Jaksa Agung Basrief Arief yang melindungi para terduga korupsi Bus Trans Jakarta sangat berbahaya karena akan menjadikan hukum sebagai komoditas politik, di mana penyidik kejagung atau Jaksa Agung sangat mungkin melakukan penyalahgunaan wewenang dengan modus dagang sapi atau transaksi.
“Bisa saja transaksinya terkait kursi anggota kabinet atau konsesi ekonomi. Atau bisa kedua-duanya. Bayangkan saja, seorang Jaksa Agung memaksa minta 10 atau 15 kursi menteri kepada presiden terpilih, yang jika tidak dipenuhi, Jaksa Agung dan atau penyidik mengancam akan menetapkan Jokowi sebagai tersangka,” tegas Junaidi, Rabu 10 September 2014 di Jakarta.
Junaidi mengatakan bisa saja sebaliknya. Anggap saja Jaksa Agung tidak mengancam Jokowi dijadikan tersangka, namun Jokowi menjanjikan beberapa kursi menteri, uang suap dalam jumlah besar atau lainnya, bilamana Jaksa Agung atau penyidik bersedia tidak menjadikan Joko Widodo, Bimo Putranto, David Herman Jaya dan seterusnya, sebagai tersangka korupsi Bus Trans Jakarta TA 2013.
Sementara itu, Ketua Umum Partai Gerindra DKI Jakarta M Taufik mengatakan, Jaksa Agung wajib segera mengklarifikasi informasi mengenai anaknya yang berada di Tim Transisi Jokowi. “Jika benar, Jaksa Agung harus segera mengundurkan diri dan diberi sanksi sesuai hukum berlaku. Kemungkinan telah terjadi kesepakatan jahat antara pihak Kejaksaan Agung dengan Joko Widodo harus menjadi prioritas tertinggi untuk diselesaikan Presiden SBY, selaku atasan Jaksa Agung Basrief Arief,” pungkasnya, di Gedung DPRD DKI Jakarta, Rabu 10 September 2014 di Jakarta. [KbrNet/Slm]
Share.citizenjurnalism.com
Share.citizenjurnalism.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar